Pak Camat... Izinkan Saya Membunuh Warga Saya
16 Mei 2016 Admin Website Berita 7708
Pak Camat... Izinkan Saya Membunuh Warga Saya

LANGIT masih menampakkan awan tebal. Hujan belum reda benar setelah sejak pagi diguyur hujan. Aku baru saja pulang menunaikan ibadah shalat Jumat, ketika almarhum Pak Kasdullah datang ke rumah dinas camat.

Pak Kasdullah yang kuceritakan di awal tulisan ini adalah seorang Kepala Desa Gunung Intan. Salah satu desa di wilayah Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU). Peristiwa ini terjadi tahun 1998, di mana wilayah Kecamatan Babulu masih masuk Kabupaten Paser.  Kabupaten PPU belum terbentuk.

Pak Kasdullah berperawakan tinggi besar dan berkumis. Dia cukup berwibawa dan disegani, terutama para warga masyarakat yang sudah sepuh (tua). Seringkali ketika menghadap aku untuk urusan dinas, matanya selalu kelihatan merah nanar. Aku penasaran. Kuperhatikan dengan seksama apa yang terjadi dengan Pak Kasdullah. Ternyata mulutnya bau tuak (akibat minuman dari aren, yang mengandung alkohol karena proses fermentasi).

Setelah kuselidiki, kenapa Pak Kasdullah setiap menghadap aku, mulutnya selalu bau tuak? Aku mendapatkan jawaban yang sungguh mengherankan  dan sulit untuk dicerna akal sehat. Ternyata, dia kurang pede (percaya diri) kalau tidak meminum tuak dulu sebelum menghadap.

Waktu Pak Kasdullah datang, kebetulan aku sedang berada diberanda rumah. Segera kusuruh masuk rumah, tetapi ia enggan. Dengan nafas yang terengah-engah, karena menahan emosi, langsung saja ia minta izin. "Pak Camat, izinkan saya mau membunuh seorang warga saya". Bak petir di siang bolong. Aku terperanjat mendengar permintaan izin seorang Kepala Desa yang kuanggap tidak wajar.

Aku mencoba menenangkan pikiran dan menata hati untuk mengurungkan niat Pak Kasdullah, yang sungguh sangat keji dan tidak manusiawi. Seketika jiwa pamong ku muncul. Kenapa mesti punya niat membunuh salah seorang warga sendiri? Bukankah risikonya teramat berat, karena akan berurusan dengan aparat penegak hukum?

Rupanya niat tersebut bukanlah sekedar gertak sambal. Untuk membuktikan niat tersebut, Pak Kasdullah membuka sadel sepeda motor Honda GL, dan terlihatlah dengan jelas, sebuah parang yang sangat tajam. Aku menyuruh Pak Kasdullah menutup kembali sadel sepeda motornya dan kutepuk-tepuk punggungnya serta kubujuk masuk ke rumah,karena suasana di luar rumah masih gerimis.

Syukurlah akhirnya dia mau masuk rumah. Karena dengan masuk ke rumah dan duduk di kursi, setidaknya emosinya sedikit menurun jika dibandingkan dengan posisi berdiri. Mulailah aku mengorek lebih jauh. Mula-mula dia cerita, betapa malunya Pak Camat, saya diolok-olok oleh salah seorang warga saya dan menuduh saya melakukan korupsi.

Masih teringat dalam ingatanku,sebelum peristiwa permintaan izin membunuh tersebut muncul, Pak Kasdullah baru beberapa minggu mengikuti seleksi ujian tertulis calon Kepala Desa Gunung Intan periode kedua. Sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, masa jabatan Kepala Desa ditetapkan selama 8 tahun. Beberapa kandidat lain juga ikut serta mengikuti ujin tertulis yang dilaksanakan di Kantor Camat Babulu.

Setelah dinyatakan lulus, barulah kandidat kepala desa melakukan kampanye dalam bentuk dialog terbuka yang di laksanakan di Balai Desa Gunung Intan. Sebagai incumbent, Pak Kasdullah mendapatkan kesempatan pertama berorasi. Dilihat dari segi intelektualitas, kapasitas Pak Kasdullah memang pas-pasan. Dia tidak pandai berorasi. Tidak pandai pidato berapi-api untuk membakar semangat warganya, layaknya mendiang Presiden soekarno.

Pak Kasdullah memang generasi tua. Banyak orang tua yang sangat pro terhadap Pak Kasdullah untuk melanjutkan kepemimpinannya. Sementara kalangan muda yang ngefans sama Pak Kasdullah sangat sedikit. Tetapi tidak berarti tidak ada. Bahkan, ada seorang pemuda yang bernama Bambang sangat mendukung Pak Kasdullah untuk tetap memimpin kembali Desa guung Intan.

Bambang, adalah seorang seniman. Dia lulusan dari Sekolah Tinggi Seni tari Indonesia. Di Desa Gunung Intan, dia dikenal dengan sebutan Bambang Dalang, karena kepiawaiannya menjadi dalang wayang kulit. Bambang mampu menghadirkan musik dangdut pada saat mendalang. Rupanya kiprah dia sebagai dalang mendapatkan dukungan sepenuhnya dari para orang tua, termasuk Pak Kasdullah.

Bambang menyatakan diri mendukung Pak Kasdullah dan bersedia menjadi Tim Sukses tanpa bayaran. Bambang lah sang konseptor pidato pak Kasdullah. Dia yang baru saja lulus sarjana, sangat antusias membuatkan konsep pidato dengan pilihan kata-kata yang terkesan intelek dan modern. Bambang tidak menyadari kemampuan Pak Kasdullah.

Tibalah giliran pertama Pak Kasdullah menyampaikan orasi di depan tokoh-tokoh masyarakat dan para pemuda, termasuk Panitia Pemilihan Kepala Desa. pak Kasdullah bukannya berpidato dengan berapi-api. Tetapi ia membaca teks pidato yang dibuatkan Bambang. Suasana terasa kaku.

Kulihat Pak Kasdullah mengeluarkan keringat dingin. Dia kelihatan grogi. Beberapa kali terlihat kesulitan membaca istilah yang berasal dari bahasa asing. Hadirin bukannya memberikan semangat dan bertepuk tangan. Tetapi malah mencemoohklan dan menertawakan. Maklum, bahasa yang disampaikan terlalu tinggi, sementara kemampuan membaca dan melafalkan banyak yang tidak tepat.

Suasana Balai Desa Gunung Intan yang dijejali warga yang antusias ingin melihat dan mendukung kandidat masing-masing menjadi sedikit gaduh. Bisik-bisik warga mulai terdengar. Kasihan ya, Pak Kades tidak menguasai hal-hal yang disampaikan. Acara unjuk kekuatan menjadi tidak produktif. Warga masyarakat mulai ada yang mengolok-olok walupun secara sembunyi-sembunyi.

Siang itu aku masih berusaha membujuk agar Pak Kasdullah mau mengurungkan niatnya membunuh. Kusampaikan argumentasi, kalau membunuh itu nanti bisa berurusan dengan aparat penegak hukum dan bisa dipenjara. Dia mengatakan "Biar saja Pak, saya dipenjara.Saya masih bisa hidup. Saya masih memiliki kebun pisang sebanyak dua hektare, sehingga saya masih dapat penghasilan".

Aku tidak putus asa membujuknya. Jurus pertama tidak berhasil. Aku coba jurus yang lain. Kuingatkan apa tidak malu, nanti kalau masuk penjara, sementara sang menantu ada yang menjadi Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) tingkat Kecamatan. Ya, aku teringat Pak Kasdullah pernah bercerita kalau salah satu menantunya ada yang menjadi Kepala KUA di Wilayah Kabupaten Jombang.

Pak Kasdullah mulai mau curhat dan aku dengarkan dengan antusias. Sesekali ku sela dengan beberapa pertanyaan dan pernyataan. Nampaknya dia mulai menyadari kekeliruannya, apa arti hakekat hidup ini. Puncak dari semua itu, akhirnya Pak Kasdullah mengurungkan niatnya membunuh dan menghilangkan nyawa salah seorang warganya. Seandainya waktu itu aku termasuk tipe pemimpin yangA279; A279;cowboyA279; dan mudah tersinggung, mungkin kejadiannya akan lain.Begitu aku mengizinkan permintaan Pak Kasdullah, pasti dia akan langsung balik kanan mengeksekusi niat jahatnya, karena mendapatkan dukungan dari atasannya.

Beberapa hari kemudian, Pak Kasdullah menindaklanjuti apa yang telah diyakininya. Dia mengambil satu keputusan yang cukup berani, mengundurkan diri dari secara tertulis dari pencalonannya menjadi Kepala Desa. Semoga almarhum Pak Kasdullah diampuni dosanya dan diterima amal baiknya. Amiin.A279; (Rd,fdl)

 

(Telah dimuat di Tribun Kaltim, 16 Mei 2016)

A279;


Artikel Terkait
Info Permohonan Informasi
Artikel Terbaru
Statistik
Online
Pengunjung Hari Ini
Halaman Dikunjungi Hari Ini 0
Total Pengunjung 198051
Total Halaman Dikunjungi 1793823
Government Public Relation

Jl. Abdul Wahab Sjahranie - Samarinda - Kaltim
Telp : (0541) 7779725,
Fax : (0541) 7779726
E-mail : dpmpd@kaltimprov.go.id
E-mail Pengaduan : dpmpdkaltim@gmail.com

Sitemap | Kontak | Webmail

Visitor
Total : 1793823
Bulan ini : 0
Hari ini : 0

© DPMPD Prov Kaltim @ 2021-2023