Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA
BALIKPAPAN – Menteri Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanan Pembangunan Nasional (PPN/BAPPENAS), Bambang Brodjonegoro memberikan banyak masukan berharga pada Forum Rapat Koordinasi Teknis Perencanaan Pembangunan (Rakortekrenbang) Regional II.
Pada momentum berkumpulnya pemangku kepentingan bidang perencanaan pembangunan 17 provinsi wilayah timur dan tengah Indonesia tersebut dia mengingatkan daerah agar memperhatikan peningkatan daya beli rumah tangga dan investasi dalam merumuskan perencanaan pembangunan daerah.
“Makanya pemangku kepentingan perhatian dua hal penting ini. Sebab pertumbuhan ekonomi saat ini yang berada diposisi 5,17 persen didominasi konsumsi rumah tangga dan investasi. Artinya kalau mau pertumbuhannya terus meningkat, tingkatkan dua hal ini,” kata Menteri Bambang saat menjadi keynote speech pada Rakortekrenbang Regional II, di Balikpapan, Senin (11/3) malam.
Dia berpendapat, daya beli masyarakat khususnya terkait konsumsi kebutuhan pokok menjadi penentu angka pertumbuhan ekonomi karena berdampak langsung terhadap inflasi. Saat daya beli rumah tangga terjaga dinilai tidak akan memicu terjadinya inflasi daerah yang gilirannya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Pun demikian terkait investasi, dianggap penting karena dapat menciptakan lapangan kerja. Maksudnya ketika investasi tinggi, maka lapangan kerja akan semakin terbuka. Dampaknya angka pengangguran terbuka berkurang dan gilirannya angka kemiskinan juga akan semakin menurun.
“Dalam merencanakan pembangunan daerah harus merencanakan program kegiatan yang dapat meningkatkan daya beli rumah tangga dan yang lebih ramah terhadap masuknya investasi di daerah. Jangan hanya fokus terhadap pertumbuhan ekonominya, tapi bagaimana program kegiatan yang dilaksanakan berdampak langsung terhadap masyarakat,” serunya.
Disisi lain, daerah juga diingatkan agar tidak lagi menggantungkan pertumbuhan ekonominya pada komoditas SDA. Ekonomi nasional, kata dia mirip dengan Kaltim. Hanya bergantung komoditas SDA seperti hutan, migas, dan batubara.
Pertumbuhan ekonomi pernah pada posisi 7-8 persen pada era 90 an didominasi migas, manufaktur industri kayu, dan industri. Kemudian sekarang berganti batubara dan sawit.
“Semua sama. Komoditas yang harganya fluktuatif. Kelemahannya tergantung siklus permintaan. Padahal negara-negara maju yang menjadi konsumen sudah mulai mengurangi bahkan menghentikan penggunaan batubara untuk menjaga kualitas lingkungan,” sebutnya.
Kalau mau pertumbuhan ekonomi diatas 5,17 caranya ekonomi indonesia harus berbasis pengolahan SDA. Maksudnya tidak menjual bahan baku, melainkan sudah menjadi produk turunan dengan nilai tambah.
“Misalnya karet jangan karet mentah yang dijual, tapi barang yang diolah. Kelapa sawit juga demikian,” serunya.
Pada kesempatan itu, dia juga mengingatkan agar dalam menetapkan perencanaan pembangunan daerah memasukan program mitigasi bencana. Sebab Indonesia merupakan wilayah rawan bencana, khususnya banjir, gempa, dan tanah longsor.
Perencanaan tata ruang harus mengakomodir program kegiatan yang dapat mengupayakan mengurangi resiko bencana. Sebagai contoh kasus bencana Lombok dan Palu.
Banyaknya korban setelah diivestigasi Kementerian PUPR, kata dia, diakibatkan bangunan yang ada tidak tahan gempa sehingga banyak korban terjadi karena tertimpa runtuhan bangunan.
Kedepan pembangunan harus sesuai standar demi keselamatan. Pemerintaha harus mampu mengaja masyarakat membangun mengikuti standar kondisi alam daerah setempat untuk meminimalisir dampat bencana.(DPMPD Kaltim/arf)