Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA
Jumat, (4/10/2024) bertempat di Novotel Balikpapan berlangusng pertemuan penting bertajuk "East Kalimantan Jurisdictional Emission Reduction Program (EK-JERP) Discussion." Forum ini bertujuan untuk membahas berbagai aspek terkait pemberian insentif pada pengurangan deforestasi dan degradasi hutan di Provinsi Kalimantan Timur. Di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin nyata, inisiatif ini diharapkan dapat memberikan manfaat signifikan bagi lingkungan, masyarakat lokal, dan pembangunan berkelanjutan.
Diskusi ini dibuka dengan penekanan pentingnya prinsip 3E: efektifitas, efisiensi, dan keadilan. Dalam konteks REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), tujuan utama adalah memastikan bahwa manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh semua pihak, terutama masyarakat yang secara langsung bergantung pada hutan. Para peserta menggarisbawahi bahwa keberhasilan program ini tidak hanya diukur dari pengurangan emisi, tetapi juga dari sejauh mana program tersebut memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat lokal.
Salah satu topik penting yang dibahas adalah mekanisme penyaluran dana. Peserta diskusi sepakat bahwa diperlukan pembahasan mendalam mengenai mekanisme bankeu provinsi yang akan digunakan untuk menyalurkan dana ke desa dan kelompok masyarakat. Selain itu, pentingnya alokasi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota juga disoroti agar manfaat tersebut dapat menjangkau kelurahan secara lebih langsung dan efisien.
Namun, terdapat tantangan nyata dalam penyaluran manfaat yang telah dirasakan oleh lembaga masyarakat atau lemtara. Banyak peserta mengeluhkan lambannya proses administrasi yang diakibatkan oleh rendahnya kapasitas pelaksana lemtara. Hal ini berimbas pada berkurangnya alokasi manfaat yang diterima oleh desa, kelurahan, dan kelompok masyarakat. Oleh karena itu, diskusi mengarah pada perlunya perbaikan sistem dan prosedur agar penyaluran manfaat bisa dilakukan lebih cepat dan tepat sasaran.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi administrasi, diusulkan agar dalam menyusun rencana kegiatan (proposal), tidak perlu melakukan musyawarah ulang. Sebab, masyarakat sudah melakukan musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Ini diharapkan bisa mempercepat proses dan mengurangi beban administrasi yang seringkali menjadi kendala.
Tak kalah penting, diskusi juga membahas rencana penyelesaian Indigenous People Plan (IPP) yang akan dilakukan bersama tim World Bank dan Tim Ahli FCPF Provinsi Kalimantan Timur. Meski waktu pastinya masih akan dibahas lebih lanjut oleh Mr. Sathosi dan Tim Project Management Unit (PMU), keberadaan rencana ini menunjukkan komitmen terhadap keterlibatan masyarakat adat dalam proses pengurangan emisi.