watch_later

Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA

Semua Artikel

Artikel

Jauhar Ingin Masalah Dana Desa "Diamputasi"

11 April 2019 Admin Website Berita

SAMARINDA -- Kepala  Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Moh Jauhar Efendi memanfaatkan kesempatan bicara pada seminar hukum keuangan negara yang diselenggarakan  Kantor Perwakilan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb).

Pada Seminar Hukum Keuangan Negara, dengan tema "Penegakan Hukum dan Implikasinya Terhadap Implementasi Keuangan Negara, bertempat di Hotel Midtown, Samarinda, Rabu(10/4) kemarin dia berbicara soal permasalahan Dana Desa hendaknya "diamputasi".

"Kesempatan seperti ini memang sudah lama saya tunggu-tunggu. Banyak persoalan yang ingin saya ungkapkan di hadapan para narasumber yang kompeten di bidangnya. Terutama terkait implementasi kebijakan Dana Desa di wilayah Kalimantan Timur," katanya.

Pada sesi tanya jawab termin pertama, dia mengaku yang pertama kali mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan. Karena memang sudah lama kesempatan tersebut dinantikan.

Kenapa demikian? Karena pada saat sebelumnua diundang Kakanwi DJPb sebagai narasumber pada Acara Diseminasi Kajian Fiskal Regional Kaltim Tahun 2018, bertempat di Aula KPPN Samarinda, tanggal 21 Maret 2019 dinilai kurang tepat jika bertanya.

"Nah, pada kesempatan kali ini pertanyaan penting yang saya sampaikan adalah terkait persoalan penegakan hukum dan implikasinya terhadap implementasi hukum keuangan negara. Utamanya terkait pemanfaatan dan pertanggungjawan penggunaan Dana Desa," katanya.

Sekedar diketahui, bahwa dari total anggaran Dana Desa Tahun 2018 sebesar Rp731,692 milyar yang sudah tersalur dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa (RKD) sebesar Rp718,765 milyar.

Dengan demikian, masih  ada kurang lebih hampir Rp13 milyar atau 1,77 persen belum tersalur ke Rekening Kas Desa yang tersebar di 28 desa/kampung. Dari 28 desa yang belum tersalur, 22 diantaranya karena persoalan administratif, sedangkan 6 desa lainnya (0,71%) dari 841 desa di Kaltim ada indikasi tidak bisa mempertanggungjawabkan atau terindikasi masalah hukum.

Persoalannya adalah ketika Kepala Desa/Perangkat Desa terindikasi masalah hukum karena tidak bisa mempertanggungjawabkan kegaiatan sebelumnya, maka Dana Desa pada tahap-tahap berikutnya tidak boleh disalurkan ke desa.

Tentu persoalan ini jika dibiarkan berlarut-larut, yang dirugikan adalah warga masyarakat desa yang bersangkutan, karena tidak mendapatkan "kue pembangunan" yang diamanahkan dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang desa yang terbit pada masa pemerintahan SBY.

"Dalam forum seminar tersebut, saya mengusulkan jika kepala desa tersangkut masalah hukum, Dana Desa jangan ditahan. Logika sederhananya adalah jika ada Kepala Daerah tersangkut persoalan tindak pidana korupsi, APBD tetap jalan atau tidak mengganggu eksekusi anggaran. Nah Dana Desa itu juga masuk dalam batang tubuh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Kasian rakyat yang menjadi korban, jika pagu anggaran yg sudah ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah desa, tidak bisa direalisasikan, karena anggarannya belum disalurkan oleh Pemerintah Kabupaten," tuturnya.

Lebih lanjut, Pemerintah Kabupaten juga tidak salah, karena berpedoman kepada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang tata cara dan persyaratan penyaluran Dana Desa melalui 3 tahap.

Jika persyaratan tidak dipenuhi, maka Dana Desa tahap berikutnya tidak boleh disalurkan. Menjawab pertanyaan tersebut, Siswo Sujanto selaku narasumber dan pakar di bidang keuangan negara mengatakan, prinsip mengelola keuangan negara adalah saling tidak percaya.

Karena itu, dibuatlah mekanisme atau persyaratan yang ketat untuk pencairan anggaran. Tetapi di sisi lain, narasumber sependapat dengan tawaran solusi yang diajukan Kepala DPMPD Kaltim.

Sementara itu, Wakil Durektur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Pol. Drs. Djoko Poerwanto, meminta jajaran Polda dan Polres untuk enindaklanjuti usulan yang saya sampaikan.

Sedangkan, Koordinator Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kaltim, Henriyadi Wasono Putro, S.H., M.H., meminta agar Pemerintah Kabupaten segera bersikap.

Menyimak hasil diskusi tersebut, Jauhar meminta Pemerintah Kabupaten yang menangani Dana Desa, termasuk Inspektur Kabupaten dan para Camat yang desa di wilayahnya mengambil langkah-langkah penyelesaian masalah, tanpa menghentikan kasus penyelidikan/penyidikan oleh Aparat Penegak Hukum yang sedang berjalan.

Kepada para pendamping desa, baik Tenaga Ahli Kabupaten, Pendamping Desa Pemberdayaan maupun Pendamping Lokal Desa untuk proaktif membantu penyelesaian pencairan Dana Desa.

Seminar sendiri terselanggara atas kerjasama Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, dan Mabes POLRI. Penanggung jawab kegiatan, sekaligus sebagai penyandang dana adalah Direktorat Sistem Perbendaharan.

Sedangkan sebagai hostnyaKanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Kalimantan Timur. Dalam laporannya, Kakanwil DJPb, Midden Sihombing menyampaikan, bahwa kegiatan seminar semacam ini hanya dilakukan di 6 wilayah di Indonesia.

Semula Samarinda tidak masuk dalam program tersebut. Tetapi atas kegigihan Sihombing, akhirnya Samarinda mendapatkan kesempatan penyelenggaraan seminar.

Lebih lanjut, Kakanwil DJPb menyampaikan bahwa, keuangan negara itu harus dikelola secara prudence. Masih ada perbedaan pemahaman dalam penanganan masalah keuangan negara.

Seminar dibuka Gubernur Kaltim, yang diwakili Plh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda  Prov. Kaltim, Ir. H. Sya'bani, M.Sc. Dalam arahannya terkait dengan Hukum Keuangan Negara, disampaikan bahwa sesuatu yang sudah biasa itu belum tentu benar. Tetapi sesuatu yang benar mari kita biasakan. Itulah sebeanrnya makna perubahan.(DPMPD Kaltim/MJE)

#Berita