Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA
SAMARINDA – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Moh Jauhar Efendi mengaku menyambut baik kebijakan perhutanan sosial yang dilaksanakan secara nasional termasuk di wilayah Kaltim.
Terlebih Kaltim kebagian jatah sebesar 660.782 hektar dari total 12,7 juta hektar hutan untuk perhutanan sosial yang ditarget Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terwujud 2015-2019.
“Kalau ditanya tanggapannya jelas saya menyambut baik kebijakan ini. Kebijakan perhutanan sosial mampu menciptakan lapangan kerja untuk pemberdayaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Jauhar saat menjadi narasumber Dialog Interaktif Halla Kaltim melalui siaran RRI Samarinda, Kamis (28/6).
Sejalan dengan itu, ia berharap kepala desa beserta perangkat bisa menangkap peluang tersebut. Khususnya 19 desa yang sudah dapat porsi kawasan perhutanan sosial berdasarkan Surat Keputusan Hak Pengelolaan Hutan Desa dari KLHK.
Membuat program pemberdayaan masyarakat seperti mendorong BUMDes/BUMKam mengembangkan usaha memanfaatkan kawasan perhutanan sosial yang ada di wilayahnya. “Pelaksanaannya dimungkinkan menggunakan Dana Desa melalui program pemberdayaan masyarakat ,” timpalnya.
Dijelaskan, berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Kaltim hingga saat ini tercatat setidaknya baru 19 desa yang sudah mendapat Surat Keputusan Hak Pengelolaan Hutan Desa dari KLHK dengan luasan 94.457 hektar.
Rinciannya, Berau lima desa dengan luas 38.616 hektar, Kutai Timur tiga desa dengan luas 19.056 hektar, Kutai Barat tiga desa dengan luas 8.405 desa, dan Mahakam Ulu delapan desa dengan luas 28.380 hektar.
“Mudahan Paser dan Penajam Paser Utara juga segera mendapat persetujuan hak pengelolaan hutan desa di wilayahnya masih-masing,” harapnya.
Secara umum, perhutanan sosial merupakan sistem pengelolaan hutan lestari yang dilakukan dalam kawasan hutan Negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat.
Ini merupakan program nasional untuk pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar yakni lahan, kesempatan usaha dan sumber daya manusia. “Perhutanan sosial merupakan program legal yang membuat masyarakat bisa turut mengelola hutan dan mendapatkan manfaat ekonomi. Program ini menepis ketakutan banyak orang yang selama ini menghadapi banyak kesulitan ketika hendak memanfaatkan area hutan di sekitar tempat tinggal mereka,” jelasnya.
Pelaksanaannya dibagi dalam lima skema, yakni Hutan Desa (hutan negara yang hal pengelolaannya diberikan kepada lembaga desa untuk kesejahteraan desa), dan Hutan Kemasyarakatan (hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat), Hutan Tanaman Rakyat (hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.
Selanjutnya Hutan Adat (hutan yang terletak di dalam wilayah masyarakat hutan adat) dan Sistem Kemitraan Hutan (kerjasama masyarakat setempat dengan pengelolaan hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan (IUP) hutan, jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industry primer hasil hutan).
“Yang jelas dalam Perhutanan Sosial membuka kesempatan bagi warga masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Setelah disetujui maka masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan,” terangnya.
Dengan cara ini masyarakat akan mendapatkan insentif berupa dukungan teknis dari pemerintah dalam mengelola perkebunan tanaman dalam area yang mereka ajukan. Hasil panen dari perkebunan ini dapat kemudian dijual oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari-hari.
Pelaku Perhutanan Sosial ssendiri terdiri dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD)/Lembaga Adat, Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi, Masyarakat Hukum Adat (MHA), dan Lembaga Masyarakat Desa Hukum (LMDH).(DPMPD Kaltim/arf)