Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA
Samarinda, Senin (14/10/2024) –Swiss-Belhotel Borneo menjadi tempat bagi kegiatan yang sangat penting bagi administrasi desa di Provinsi Kalimantan Timur. Dari tanggal 13 hingga 15 Oktober 2024, Bimbingan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa menarik perhatian 107 peserta yang terdiri dari berbagai unsur pemerintahan. Acara ini diselenggarakan oleh Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalimantan Timur dengan tujuan memberikan pemahaman mendalam tentang penetapan batas wilayah desa.
Peserta yang hadir berasal dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) di tujuh kabupaten, camat, serta tim penetapan dan penegasan batas desa. Mereka berkumpul dalam suasana penuh antusiasme, siap untuk mendalami isu-isu yang berkaitan dengan batas wilayah yang sering menjadi sumber konflik di tingkat desa.
Salah satu momen menarik dalam kegiatan ini adalah ketika Najib Khoerul Amin, S.T., narasumber dari Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Geospasial di Bogor, berbagi wawasan tentang pentingnya pemetaan yang akurat. Ia menjelaskan bahwa penetapan batas desa tidak hanya sekadar prosedur administratif, tetapi juga sebuah langkah strategis untuk menciptakan kejelasan hukum dan mencegah potensi sengketa.
“Batas yang jelas akan menghindarkan desa dari tumpang tindih kepemilikan lahan yang sering kali berujung pada konflik. Kami ingin memberikan kejelasan bagi masyarakat agar mereka tahu hak dan kewajiban masing-masing,” ujarnya dengan tegas.
Diskusi juga melibatkan Syahrani, S.E., dan Stepanus Tung Liah, S.Sos. dari Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Kutai Kartanegara. Keduanya menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah dan masyarakat dalam proses penetapan batas. “Kami perlu melibatkan masyarakat dalam setiap tahap, mulai dari sosialisasi hingga penetapan. Dengan begitu, akan ada kesepahaman yang lebih baik,” kata Stepanus.
Dalam sesi pembahasan, beberapa isu krusial diangkat, termasuk Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa sesuai Permendagri Nomor 45 Tahun 2016, serta kondisi eksisting di Kabupaten Kutai Kartanegara. Para peserta diajak untuk menggali lebih dalam mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi penetapan batas, seperti berkurangnya anggaran dan kurangnya kesepahaman di tingkat desa.
Kendala lain yang sering muncul adalah adanya sengketa pertanahan yang belum terselesaikan. Hal ini menunjukkan bahwa masalah batas desa bukan hanya teknis, tetapi juga menyangkut aspek sosial dan budaya yang perlu diakomodasi.
“Dalam menyelesaikan masalah batas, kita harus memperhatikan kepentingan semua pihak. Penegasan batas yang baik akan membawa dampak positif bagi perkembangan desa,” imbuh Syahrani.
Di akhir kegiatan, sejumlah kesimpulan penting disampaikan. Pertama, penetapan dan penegasan batas desa bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi pemerintahan dan memberikan kepastian hukum. Selain itu, Kabupaten Kutai Kartanegara telah berhasil menetapkan batas wilayah untuk 42 dari 44 kelurahan, dengan harapan dua kelurahan yang tersisa dapat segera diselesaikan.
Salah satu poin yang ditekankan adalah perlunya batas administrasi yang jelas untuk mencegah konflik dan tumpang tindih kepemilikan lahan. Peserta diajak untuk melihat pentingnya proses pemetaan yang dilakukan secara partisipatif, mengedepankan aspek teknis dan yuridis agar penetapan batas dapat berjalan lancar.