Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA
Samarinda , Konsep kepentingan publik (public interest) merupakan suatu konsep yang cair. Istilah kepentingan publik akan terus berubah sesuai dengan waktu dan kondisi di setiap keadaan. Menjelaskan pengertian kepentingan publik atau kepentingan umum bukanlah hal yang mudah. Perdebatan tentang definisi kepentingan publik hingga saat ini belum berakhir dan tidak akan berakhir, seiring dengan tuntutan perkembangan zaman.
Istilah public interest merujuk pada kepentingan publik yang luas, bukan apa yang menjadi perhatian publik. Hal ini berarti bahwa apa yang menjadi perhatian publik belum tentu merupakan kepentingan publik. Begitu pula sebaliknya. Apa yang menjadi kepentingan publik terkadang tidak menjadi perhatian publik, tetapi menjadi perhatian individu yang peduli pada kepentingan publik.
Menurut Bagir Manan (Kompas, 20 Juni 2005), kepentingan umum adalah kepentingan orang banyak yang untuk mengaksesnya, tidak mensyaratkan beban tertentu. Misalnya, pembuatan jembatan, yang orang bisa melewatinya tanpa harus membayar, berbeda dengan jika masuk hotel yang harus membayar.
Pada dasarnya, pemerintah dimungkinkan untuk mencabut hak milik pribadi demi kepentingan umum. Ketentuan ini sudah lama ada, khususnya di Indonesia pernah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Bahkan, hampir seluruh negara mempunyai peraturan seperti itu. (Kompas, 20 Juni 2005).
Di dalam masyarakat terdapat banyak sekali kepentingan, baik perorangan maupun kelompok, yang tidak terhitung jumlah dan jenisnya, yang harus dihormati dan dilindungi. Oleh karena itu, wajarlah kalau setiap orang atau kelompok mengharapkan atau menuntut kepentingan-kepentingannya itu dilindungi dan dipenuhi. Di sinilah letak arti pentingnya peran pemerintah. Tindakan pemerintah harus ditujukan kepada pelayanan umum, memperhatikan dan melindungi kepentingan orang banyak (kepentingan publik), sehingga kepentingan publik merupakan kepentingan atau urusan pemerintah.
Menurut Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia, Nomor 55 Tahun 1993, pasal 1 ayat (3), yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah ”kepentingan seluruh lapisan masyarakat”. Batasan ini sungguh sangat sederhana, karena hanya dibatasi satu kriteria, maka cakupan pengertian kepentingan umum sangat luas. Ini bisa dilihat dari banyaknya jenis kepentingan umum.
Menurut pasal 5 ayat (1) Keppres tersebut, kriteria kepentingan umum (dalam konteks pengadaan tanah) adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki Pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Ada 14 bidang kegiatan yang masuk katagori kepentingan umum.
Ada perbedaan definisi/batasan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3) dengan pasal 5 ayat (1). Batasan kepentingan umum sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (3), adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Di sini tidak dibatasi, apakah kepentingan seluruh masyarakat tersebut untuk mencari keuntungan atau tidak, tetap bisa dikategorikan sebagai kepentingan umum. Begitu juga tidak dijelaskan, dalam konteks pengadaan tanah untuk kepentingan umum, apakah pembangunan tersebut harus dilakukan oleh Pemerintah atau boleh juga dilakukan oleh pihak lain?
Ternyata dalam pasal 5 ayat (1) disebutkan ”kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki Pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan....”. Menurut penulis, ada dua penjelasan batasan kepentingan umum dalam konteks pengadaan tanah. Pertama, pembangunan tersebut boleh dilakukan oleh Pemerintah atau pihak lain, sepanjang pada akhirnya dimiliki oleh Pemerintah. Kedua, kegiatan pembangunan tersebut tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
Makna kepentingan umum dalam konteks pengadaan tanah sangat dimungkinkan lebih dari 14 jenis, karena dalam pasal 5 ayat (2) disebutkan ”kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden”. Hal ini berarti rujukan untuk menetapkan apakah kegiatan pembangunan itu termasuk kategori kepentingan umum atau bukan, tidak hanya semata-mata ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, tetapi juga bisa ditetapkan melalui Keputusan Presiden, yang secara khusus menyebut jenis kegiatan pembangunan tertentu.
Batasan kepentingan umum berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 berbeda lagi. Kepentingan umum adalah ”kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat”. Menurut penulis, batasan versi Perpres ini lebih rasional jika dibandingan dengan batasan menurut Keppres Nomor 55 Tahun 1993. Fakta menunjukkan, belum tentu semua masyarakat dapat menikmati hasil atau manfaat dari fasilitas pembangunan yang dikategorikan sebagai kepentingan umum. Apalagi kalau lokus pembangunan tersebut sangat jauh dan tidak mungkin terjangkau oleh sekelompok masyarakat dari daerah tertentu.
Menurut Perpres Nomor 36 Tahun 2005, ada 21 jenis kegiatan kepentingan umum (dalam konteks pengadaan tanah) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Sayangnya dalam Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, bahwa jenis kepentingan umum dalam konteks pengadaan tanah justru dipersempit dari 21 jenis menjadi hanya 7 jenis, yaitu:
a). Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi.
b). Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya.
c). Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api dan terminal.
d). Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan banjir, lahar dan lain-lain bencana.
e). Tempat pembuangan sampah.
f). Cagar alam dan cagar budaya.
g). Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Contoh kasus, misalnya kegiatan pembangunan rumah sakit akan mengalami kesulitan, ketika di suatu wilayah hanya tersedia satu-satunya lahan yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah sakit. Dari segi yuridis, rumah sakit tidak lagi termasuk kategori kepentingan umum, sementara keberadaan rumah sakit sangat diharapkan oleh sebagian besar warga masyarakat.
Hal semacam ini dapat menimbulkan konflik kepentingan, kalau dalam perumusan arti kepentingan umum sendiri hanya menyebutkan jenis dari kepentingan umum sendiri dan tidak menciptakan arti kepentingan umum dengan definisi atau batasan yang jelas.
Mengelompokkan sebuah kegiatan menjadi kepentingan umum bukanlah persoalan yang mudah. Harus ada landasan teori yang kuat, sehingga kita tidak terjebak bahwa kegiatan yang kita masukkan sebagai kepentingan umum, ternyata hanya sebagai kepentingan kelompok, atau bahkan sebagai kepentingan individu.* Oleh Moh. Jauhar Efendi ( Kepala BPMPD Prov. Kaltim )
*dimuat di Tribun Kaltim, Senin 18 April 2016 halaman 5