Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA
SAMARINDA -- Hasil Kajian Evaluasi Kebijakan dan Regulasi Pendampingan pelaksanaan Program Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) mengungkap fakta mengejutkan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan pemenuhan kualifikasi Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP)dan Pendamping Lokal Desa (PLD) masih belum terpenuhi.
"Yang diperlukan sertifikasi agar kualifikasinya terpenuhi. Namanya Tenaga Pendamping Profesional (TPP) tentu harus profesional. Ini dibuktikan sertifikasi agar kompetensinya jelas," beber Tim Kajian Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Juliansyah saat memaparkan hasil akhir kajian Evaluasi Kebijakan dan Regulasi Pendampingan pelaksanaan P3MD Kaltim, di Kantor DPMPD Kaltim, Kamis (6/12).
Menurutnya, sejauh ini peran pendamping belum terlihat secara jelas. Alasannya tentu karena belum ada standarisasi kualifikasi rekrutmen pendamping.
Sesuai ketentuan Permendes No3/2015 pendamping desa dituntut sebagai tenaga profesional. Profesi ini tentu memiliki pendidikan yang dilalui sebelumnya, baik yang sifatnya pendidikan formal, maupun pendidikan kejuruan atau sertifikasi.
"Nyatanya tidak. Temuan di lapangan tenaga pendamping tidak memiliki kualifikasi sebagai ahli perencana desa. Aparat desa terpaksa menggunakan jasa konsultan dalam menyusun dokumen perencanaan desa. Maka timbul pertanyaan lebih ideal mana keberadaan pendamping desa atau tenaga konsultan desa," timpalnya.
Karenanya tim mengusulkan beberapa rekomendasi dalam hal perbaikan kebijakan program pendampingan. Tim mengusulkan agar rekrutmen pendamping desa dan pendamping lokal desa berdasarkan usulan dari kabupaten dan dari kepala desa khusus untuk pendamping lokal desa.
Pemerintah disarankan melakukan revisi terhadap Permendes PDTT terkait pelaksanaan rekrutmen dimaksud. Diantaranya batang tubuh pendamping dengan mempertimbangkan perubahan pendamping desa menjadi konsultan desa dengan mempersiapkan pendidikan khusus pendamping bersertifikat dan aturan pola rekrutmen berjenjang dari desa dan kabupaten.
Kemudian tim juga merekomendasikan agar pemerintah menetapkan zonasi dalam hal pengadaan pendamping lokal desa. Ini kaitan ideal jumlah pendamping dengan jumlah dan kesulitan lokasi pendampingan, serta mengacu status Indeks Desa Membangun (IDM).
"Jadi tidak seperti sekarang semua dipukul rata satu pendamping mendampingi 3-4 desa dan besaran kompensasinya juga sama rata. Yang lokasinya ekstrim bisa dikurangi dan kompensasinya ditambah agar perannya lebih optimal," katanya.
Sementara itu, Kepala DPMPD Kaltim, Moh Jauhar Efendi yang memimpin rapat menitip dua hal untuk dimasukan dalam rekomendasi hasil kajian evaluasi tersebut. Ini berdasarkan pengamatan langsung di lapangan saat melakukan monitoring penyaluran dan penggunaan dana desa.
"Meminta agar dibuat kebijakan pelibatan pemkab terkait dukungan subsidi transportasi dan akomodasi bagi pendamping dan minta agar provinsi bisa memberi dukungan peningkatan kapasitas pendamping agar semua punya peran dari tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten," sebutnya.
Ditambahkan Sekretaris DPMPD Kaltim, Surono. Ia berharap semua yang menjadi tim harus punya kesepakatan apakah program pendampingan dilanjutkan atau tidak.
"Kalau dilanjutkan tentu menjadi tanggung jawab semua tingkatkan kompetensi pendamping agar kinerjanya semakin baik," katanya.(DPMPD Kaltim/arf)