watch_later

Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA

Semua Artikel

Artikel

PENTINGNYA PEMBENTUKAN SATKERSUS DANA DESA

12 Februari 2016 Admin Website Berita

Samarinda –  (12/02/16)  Judul artikel tersebut seakan-akan memunculkan imajinasi pembaca bahwa negara dalam situasi dan kondisi darurat atau situasi khusus dan genting yang harus segera ditangani terkait Dana Desa, seperti halnya Densus 88 ( Detasemen Khusus 88, atau  Satuan Khusus Kepolisian Negara RI untuk penanggulangan teroris ), Satgassus ( Satuan Tugas Khusus ) Pemberantasan Korupsi, dan lain sebagainya.

 

Pemikiran atau imajinasi tersebut tidaklah salah, apabila kita melihat betapa besarnya cakupan Dana Desa (DD) yang tersebar di hampir 73.000 desa di seluruh Indonesia, Dana yang dikeluarkan hampir 47 triliun rupiah, khusus di Kalimantan Timur, jumlah DD sebanyak 540 miliar rupiah, tersebar di 836 desa. diperkirakan julmah DD tersebut akan terus naik pada tahun tahun yang akan datang.

 

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Dana Desa (DD) adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota  digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat di desa. Selanjutnya DD digunakan / diprioritaskan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RPKDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APBDes ).

 

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia, DD disalurkan dalam tiga tahap. Tahap pertama, sebesar 40 % pada minggu kedua bulan April. Tahap kedua sebesar 40 % pada minggu ke dua bulan oktober tahun berjalan. Syarat pencairan pada tingkat kabupaten/kota, harus ada Peraturan Bupati/Walikota tentang Alokasi Dana Desa dan Laporan Realisasi.

 

Pemerintah Pusat mempunyai wewenang  untuk memberikan sanksi kepada Pemerintah Kabupaten / Kota dalam hal pengolaan DD. Sanksi dapat berupa penundaan penyaluran DD, penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) serta dapat pula berupa pemotongan DD. Penyaluran DD bisa ditunda oleh Pemerintah Pusat. dalam hal ini Menteri Keuangan kepada pemkab/Pemkot, manakala: (1) Bupati / Walikota tidak menyampaikan persyaratan penyaluran tahap pertama, yaitu berupa Peraturan Bupati/Walikota, Peraturan Daerah mengenai APBD tahun berjalan, laporan realisasi tahun anggaran sebelumnya; (2) Penghitungan dana dalam Peraturan Bupati/Walikota  tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2014, tentang DD yang bersumber dari APBN , dan PP Nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN; (3) permintaan instansi/unit terkait setelah melakukan evaluasi.

 

Sanksi penundaan penyaluran DAU dan/atau DBH bisa dijatuhkan apabila Bupati/Walikota tidak menyalurkan DD tepat waktu dan tepat jumlah. Sedangkan sanksi dalam bentuk pemotongan DD, mankala :(1) terdapat desa yang ditunda penyaluran DD sampai akhir tahun anggaran; (2) terdapat desa yang dikenai sanksi administratif akibat SILPA tidak wajar (30% dana tidak terpakai dalam satu tahun ).

 

adapun sanski yang diberikan oleh Bupati/Walikota kepada desa bentuknya bisa berupa penundaan dan pengurangan DD. Sanksi berupa penundaan, manakala: (1) Kepala desa terlambat menyampaikan APBDes dan Laporan Penggunaan DD semester sebelumnya;(2) atas permintaan instansi/unit terkait setelah melakukan evaluasi. Sanksi berupa pengurangan DD, dijatuhkan apabila: (1) terdapat desa yang dikenai sanksi administratif akibat SILPA tidak wajar;(2) atas permintaan insntansi/unit terkait setelah melakukan evaluasi.

 

Beberapa faktor penyebab DD belum ditransfer ke desa, antar lain (1) Kesalahan pada Pemerintah Kabupaten dalam menetapkan kode rekening, sehingga harus menunggu APBD Perubahan; (2) desa belum memiliki RPJMDes; (3) RPJMDes sedang dillakukan revisi;(4) Penyesuaian RKPDesa; (5) Penyusunan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau P-APBDes belum selesai;(6) Target penyerapan dana alokasi Dana Desa (ADD) atau Alokasi Dana Kampung (ADK) masih rendah, sehingga pemerintah desa lebih berkonsentrasi pada penyerapan anggaran yang bersumber dari APBD, yang rata rata jumlahnya lebih besar dibanding dengan DD. Upaya untuk menggenjot penyerapan anggaran desa, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN terus dilakukan, namun karena DD baru dikucurkan yang pertama kali untuk tahun 2015, tentu saja masih banyak informasi yang belum difahami secara utuh oleh para Kepala desa berserta perangkatnya.

 

Prioritas penggunaan DD pada tahun 2015 berbeda dengan tahun 2016. Pada tahun 2015 prioritas penggunaan DD mengacu pada Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi ( Permendes PDTT ) Nomor 5 tahun 2015. Sekarang, dengan tertibnya Permendes PDTT Nomor 21 tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2016, maka Permendes PDTT nomor 5 tahun 2015 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Berubahnya regulasi ini tentu membuat bingung para kepala desa dan perangkatnya.Bayangkan saja, Pelatihan Penigkatan Aparatur Desa saja untuk di Kaltim baru dimulai pada akhir september dan berakhir pada awal desember 2015. Salah satu materi yang didiskusikan dalam pelatihan tersebut tentang Permendes PDTT Nomor 5 tahun 2015. Hanya berselang sekitar satu bulan setelah pelatihan, materi tersebut tidak berlaku lagi atau tidak ada gunanya. Kondisi ini sangat berpengaruh dan menjadikan proses yang tidak mudah untuk mengimplementasikan kebijakan DD sesuai dengan aturan terkini.

 

Di Bidang Pembinaan, Kabupaten/Kota berkewajiban untuk melaksanakan fungsi pembinaan, monitoring, pengawasan dan evaluasi terhadap penggunaan DD sejak proses perencanaan, pelaksanaan, pertaunggungjawaban dan pemanfaatannya. Dalam menjalakan fungsi tersebut, Pemerintah kabupaten / kota harus menyediakan pendampingan dan fasilitas, melalui pembentukan Satuan Kerja Khusus (Satkersus) pembinaan imlementasi Undang-undang Desa yang ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota.

Tugas dan fungsi Satkersus antar lain; (1) melakukan sosialisasi kebijakan dan regulasi pusat dan daerah ( kabupaten/kota);(2) pembinaan serta pengendalian implementasi Undang-undang Desa secara umum;(3) memastikan penyaluran dan akuntabilitas pengeloaan DD dan ADD;(4) menangani pengaduan dan masalah terkait pemanfaatan DD dan ADD.

 

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada saat melakukan pertemuan dengan ribuan kepala desa dari seluruh provinsi, di  Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, tanggal 26 Desember 2015 yang lalu, mengatakan “saya tidak rela bila ada kepala desa yang bekerja sungguh-sungguh, menjadi target kriminalisasi karena penggunaan dana desa. Yang bekerja baik saya ingin beri penghargaan, bukan diskriminasi. ( oleh Moh. jauhar Efendi, dimuat di koran Tribun Kaltim, terbitan tanggal 11 Februari 2016

#Berita