watch_later

Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA

Semua Artikel

Artikel

Perlu Kerja Keras, Hasil Kampanye MR di Balikpapan, Bontang, Samarinda, Paser, dan Berau Masih Rendah

01 Oktober 2018 Admin Website Berita

SAMARINDA -- Pemkab/pemkot se Kaltim dinilai masih perlu kerja keras untuk merealisasikan program pemerintah Kampanye Imunasi Measles dan Rubella (MR) yang dicanangkan Kementerian Kesehatan RI di seluruh Indonesia termasuk Provinsi Kaltim. Sebab berdasarkan evaluasi pelaksanaan Kampanye Imunisasi MR tahap II, beberapa kabupaten/kota seperti Balikpapan, Bontang, Samarinda, Paser, dan Berau jumlah cakupannya masih rendah jika dibandingkan daerah lainnya.

"Lima daerah ini yang mesti kerja keras dan mendapat perhatian serius. Bupati/walikotanya dinilai belum berbuat banyak untuk melindungi kesehatan masyarakatnya dari bahaya terpapar virus MR. Ditandai rendahnya jumlah cakupan peserta imunisasi masih rendah ," ujar Kepala Dinas Kesahatan (Diskes) Kaltim, Hj Rini Retno Sukesih ketika berbincang, di Samarinda, Minggu (30/9).

Berdasarkan data yang dihimpun Diskes Kaltim, persentase jumlah cakupan pelaksanaan imunisasi MR di lima kabupaten/kota dimaksud masih jauh dari target capaian mininal yang ditetapkan mencapai 95 persen. Hingga Sabtu (29/9), tercatat cakupan imunisasi MR di Balikpapan, Bontang, Samarinda, Paser, dan Berau masing-masing masing masih pada tataran 43,53 persen (Balikpapan, 50,26 persen (Bontang), 56,13 persen (Samarinda), 52,94 persen (Paser), dan 56,2 persen (Berau) atau di bawah 60 persen.

Karenanya pemkab/pemkot bersangkutan diminta bekerja keras meningkatkan jumlah cakupan imunisasi MR. Hal yang perlu dilakukan meningkatkan koordinasi dengan instansi teknis terkait sesuai bidang tugas masing-masing.

Bupati/walikota diminta lebih intensif menugaskan jajaran di bawahnya seperti Disdik, Diskes, Kanwil Kemenag, dan MUI kabupaten/kota mendukung menuntaskan kampanye imunisasi MR dengan target di atas 95 persen. Disdik mendorong pelaksanaan imunisasi di sekolah-sekolah, Diskes meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, Kanwil Kemenag mendorong pelaksanaan di MIN, MTs, dan MA, serta MUI meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa vaksin MR diperbolehkan dengan hukum mubah.

Gilirannya diharap dapat terbentuk kekebalan kelompok masyarakat agar terhindar dari berbagai penyakit yang diakibatkan terpapar virus MR.

Rini menilai, upaya meningkatkan jumlah cakupan masyarakat yang melakukan vaksin masih bisa dilakukan seiring diperpanjangnya masa Kampanye Imunisasi MR tahap II di luar Jawa diperpanjang hingga 31 Oktober 2018 dari awalnya yang ditetapkan berakbir 30 September 2018.

Ia menilai pemberian imunisasi penting dilakukan karena kondisinya mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang dihimpun tercatat sudah ada 120 orang yang terdaftar mengalami congenital rubelle syndrome (CRS)di Kaltim. Dan diikuti dengan berbagai penyakit turunan yang sudah barang tentu merugikan masyarakat dari sisi kesehatan dan keuangan.

"Berdasarkan cerita pengalaman ibu yang anaknya menderita CRS, ia sudah mengeluarkan biaya ratusan juta rupiah untuk penanganan berbagai penyakit turunan CRS. Semoga tidak ada lagi anak terpapar virus MR dan tidak ada lagi orang tua yang bersedih melihat kondisi anaknya dan memikirkan biaya berobat yang cukup mahal. Makanya mari lindungi buah hati kita dengan imunisasi," ujarnya.

Masyarakat tidak perlu khawatir soal informasi miring imunisasi MR. MUI sudah menyatakan halal dan dari segi kesehatan menyatakan imunisasi yang diberikan tidak menimbulkan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI). Buktinya dengan capaian cakupan imunisasi sebesar 60 persen hingga sekarang atau diperkirakan sebanyak 600 ribu anak belum ada laporan terjadi KIPI.

"Sempat ada isu setelah vaksin anaknya langsung masuk RS. Setelah diteliti ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi MR. Anak itu sakit lain. Yang bersangkutan mwnseri efilipsi dan kebetulan sang ibu lupa memberi obat," katanya.

Cukup Saya Cinta Rubella

Sementara itu, warga Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara yang tidak ingin disebutkan namanya berharap hanya ia yang cinta Rubella. Ia tidak menginginkan ada orang lain ikut merasakan penderitaannya bersama buah hati yang terkena CRS.

"Terus terang awalnya saya tidak tahu terkena Rubella. Setelah melahirkan dan anak divonis kena jantung bocor yang diikuti katarak sehingga harus operasi baru tau Rubellanya tinggi dari hasil cek darah," katanya.

Dari situ awalnya. Ia terpaksa bolak balik Sangasanga - Samarinda untuk berobat di RS. Tidak sedikit biaya dikeluarkan untuk penanganan jantunh bocor dan operasi mata anaknya.

Itu belum termasuk operasi telinga anaknya yang tidak dapat mendengar. Karena biayannya mencapai Rp 300 juta, ia terpaksa belum melakukan tindakan untuk penanganan telinga anaknya.

"Makanya mari kita antisipasi. Ikuti progam imunisasi yang dikampanyekan pemerintah. Jangan sampai ada lagi yang kena Rubella," serunya.

Sejalan dengan itu, Nurul Widayani yang juga meruoakan ibu penderita CRS mengajak masyarakat ikut mensukseskan bulan vaksin MR agar tidak ada lagi anak anak yang terkena CRS /sindrom rubella seperti anak-anak kami.

"Semoga virus rubella dapat hilang dari negara kita dan tidak ada lagi yang kena SRS, sehingga bangsa ini memiliki kwalitas genarasi yang lebih baik," harapnya(DPMPD Kaltim/arf)

#Berita