watch_later

Jam Operasional : Senin - Jum’at 08.00 - 16.00 WITA

Semua Artikel

Artikel

Strategi Pengembangan BUM Desa sebagai Pilar Ekonomi Desa

03 November 2016 Admin Website Berita

 Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disingkat dengan BUM Desa diproyeksikan muncul sebagai kekuatan ekonomi baru di wilayah perdesaan. UU No 6 tahun 2014 tentang Desa memberikan payung hukum atas BUMDes sebagai pelaku ekonomi yang mengelola potensi desa secara kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa.

         Apa itu BUMDes? 

        Istilah BUM Desa muncul melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 72/2005 dan dirincikan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 39/2010. Selanjutnya dengan Peraturan Menteri Desa, PDT dan Tramsigrasi Nomor 5 Tahun 2015, Bahwa BUM Desa merupakan wadah usaha desa yang memiliki semangat kemandirian, kebersamaan, dan kegotong-royongan antara pemerintah desa dan masyarakat untuk mengembangkan aset-aset lokal untuk memberikan pelayanan dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan desa.

Sebelum lahirnya kebijakan di atas, inisiatif BUMDes sudah muncul di sejumlah daerah dengan nama yang berbeda-beda, tapi mereka memiliki prinsip dan tujuan yang sama. Ada yang menjalankan bisnis simpan-pinjam (keuangan mikro), ada juga yang menyelenggarakan pelayanan air minum untuk mengatasi kesulitan akses masyarakat terhadap air bersih.

Police Paper Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (FPPD) yang ditulis oleh Yunanto dkk (2014:3-4) menjelaskan ada sejumlah kelemahan yang secara inheren ada pada BUM Desa, yaitu:

  1. Penataan kelembagaan desa belum berjalan secara maksimal sehingga BUM Desa pun belum dilembagakan dalam format kepemerintahan dan perekonomian desa.
  2. Keterbatasan kapasitas sumber daya manusia di desa untuk mengelola dan mengembangkan BUM Desa yang akuntabel dan berkinerja baik.
  3. Rendahnya inisiatif lokal untuk menggerakkan potensi ekonomi lokal bagi peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi warga desa.
  4. Belum berkembangnya proses konsolidasi dan kerjasama antar pihak terkait untuk mewujudkan BUM Desa  sebagai patron ekonomi yang berperan memajukan ekonomi kerakyatan.
  5. Kurangnya responsivitas Pemda untuk menjadikan BUM Desa sebagai program unggulan untuk memberdayakan desa dan kesejahteraan masyarakat.

              Secara substansial, UU No 6 tahun 2014 mendorong desa sebagai subjek pembangunan secara emansipatoris untuk pemenuhan pelayanan dasar kepada warga, termasuk menggerakan aset-aset ekonomi lokal. Posisi BUM Desa  menjadi lembaga yang memunculkan sentra-sentra ekonomi di desa dengan semangat ekonomi kolektif.

          Apa bedanya BUM Desa dengan lembaga ekonomi masyarakat lainnya? Antara BUM Desa dan ekonomi pribadi maupun kelompok masyarakat lainnya sebenarnya tidak ada yang perlu dipertentangkan. Semuanya saling melengkapi untuk menggairahkan ekonomi desa. Namun, BUM Desa merupakan lembaga yang unik dan khas sepadan dengan keunikan desa.

Yunanto (2014:7) menjelaskan keunikan BUM Desa sebagai berikut:

  1. BUM Desa merupakan sebuah usaha desa milik kolektif yang digerakkan oleh aksi kolektif antara pemerintah desa dan masyarakat. BUM Desa merupakan bentuk  public and community partnership atau kemitraan antara pemerintah desa sebagai sektor publik dengan masyarakat setempat.
  2. BUM Desa lebih inklusif dibanding dengan koperasi, usaha pribadi maupun usaha kelompok masyarakat yang bekerja di ranah desa. Koperasi memang inklusif bagi anggotanya, baik di tingkat desa maupun tingkat yang lebih luas, namun koperasi tetap ekslusif karena hanya untuk anggota.

Bidang Usaha BUM Desa

            Lalu, apa saja ruang usaha yang bisa dilakukan oleh BUM Desa? 

       Dalam UU No 6 tahun 2014 pasal 87 ayat 3 menyebutkan BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya, BUM Desa dapat menjalankan pelbagai usaha, mulai dari pelayanan jasa, keuangan mikro,  perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. Sebagai contoh, BUM Desa  bisa membentuk unit usaha yang bergerak dalam keuangan mikro dengan mengacu secara hukum pada UU Lembaga Keuangan Mikro maupun UU Otoritas Jasa Keuangan.

          Aksa (2013) menjelaskan ada empat jenis bisnis yang bisa dikembangkan oleh BUM Desa, antara lain:

  1. BUM Desa yang bertipe serving. BUM Desa semacam ini menjalankan bisnis sosial yang melayani, yaitu melakukan pelayanan publik kepada masyarakat sekaligus juga memperoleh keuntungan finansial dari pelayanan itu. Usaha ini memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, seperti usaha air minum desa dan usaha listrik desa.
  2. BUM Desa  yang bertipe banking. BUMDes ini menjalankan bisnis uang seperti bank desa atau lembaga perkreditan desa. Modalnya berasal dari ADD, PADes, tabungan masyarakat serta dukungan dari pemerintah. Bisnis uang desa ini mengandung bisnis sosial dan bisnis ekonomi. Bisnis sosial artinya bank desa merupakan proteksi sosial terhadap warga desa, terutama kelompok warga yang rentan dan perempuan dari jeratan para rentenir. Bisnis ekonomi artinya bank desa berfungsi untuk mendukung permodalan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku ekonomi di desa.
  3. BUM Desa bertipe renting. BUM Desa ini menjalankan bisnis penyewaan barang-barang (perangkat pesta, traktor, alat transportasi, ruko, dan lain sebagainya), baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun untuk memperoleh pendapatan desa.
  4. BUM Desa yang  bertipe brokering. BUM Desa ini berperan sebagai lembaga perantara, seperti jasa pelayanan kepada warga maupun usaha-usaha masyarakat, misalnya jasa pembayaran listrik, desa mendirikan pasar desa untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan masyarakat. BUM Desa juga bisa membangun jaringan dengan pihak ketiga untuk memasarkan produk-produk lokal secara lebih luas.
#Berita